Tradisi Musim Tanam Padi, Menakuti Hama Tanaman
05 September 2016Kabupaten Malinau
Wajar saja Desa Setulang disebut sebagai desa wisata, karena tradisi adat istiadat yang masih kental membuat daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun asing untuk mengunjungi desa yang berada di Kecamatan Malinau Selatan Hilir, Kabupaten Malinau ini. Salah satu yang menarik adalah tradisi Bali Tugan, yaitu tradisi saat musim tanam tiba. Apa itu tradisi Bali Tugan ?
Sabtu (3/9), saya mengantarkan dua orang teman saya berasal dari Tarakan untuk berwisata ke Desa Wisata Setulang dan ke Air Terjun dan Air Panas Semolon, sebelum ke Semolon, terlebih dahulu kami ke Desa Wisata Setulang. Saat tiba di Setulang, kami bertemu dengan staf desa yaitu Samuel (44) dan sebagai staf desa, Pak Samuel tidak berkeberatan kami minta menjelaskan tentang potensi apa yang menari di Desa Wisata Setulang.
Saat mendengarkan potensi wisata yang disampaikan Pak Samuel, ada yang mengalihkan perhatian kami, karena ada beberapa orang anak berpakaian aneh, bertopeng dan menggunakan tongkat berjalan mengelilingi desa. Saya pun tertarik dan langsung mengeluarkan kamera dari tas saya untuk mengabadikanya. Setelah saya memotretnya dan saya kaget sepertinya mereka menakut-nakuti saya dan saat saya bertanya mereka tidak mau ngomong, saya pun dibuatnya penasaran.
Melihat raut wajah saya dan teman saya yang penasaran dengan aksi anak-anak itu, Pak Samuel pun menjelaskan kepada kami bahwa itu merupakan tradisi nenek moyang zaman dahulu, yaitu tradisi Bali Tugan yang biasa mereka lakukan saat musim tanam tiba.
“Ini tradisi Bali Tugan namanya, zaman dulu kalau musim menugal (tanam padi, Red.) dibuatlah semacam ini. Maksudnya dari ini agar binatang tidak mengganggu bibit dalam lubang yang sudah ditanam tadi,” katanya menjelaskan kepada kami.
Dijelaskannya lebih lanjut, Bali Tugan kalau dalam Bahasa Kenya pada umumnya, Bali ini kalau dieja dalam Bahasa Indonesia artinya hantu dan Tugan ini artinya tugal atau menugal. Kemudian di zaman dahulu yang melakukannya adalah orang yang tua-tua. Karena perubahan zaman, maka orang tua sudah tidak lagi dan anak-anak yang muncul menggantikan. “Bulan 8 dan 9 inikan musim tanam padi, jadi ini untuk mengusir hama mengganggu padi,” ungkapnya sambil mengatakan bahwa rata-rata semua masyarakat Dayak Kenya melaksanakan tradisi ini pada zaman dahulu, termasuk Dayak Kenya Uma’ Lung yang saat ini menempati Desa Wisata Setulang.
Kemudian kami juga penasaran kenapa harus menggunakan topeng dan menggunakan pakaian tertutup dan terbuat dari barang bekas serta yang memakai tidak mau ngomong dan hanya menggunakan isyarat. Dijelaskannya lagi, saat orang-orang tua dulu membuat pakaian dan perlengkapan Bali Tugan ini secara sembunyi-sembunyi, agar saat melaksanakan tradisi ini dengan cara berkeliling kampung tidak ada yang bisa mengenali.
“Kalau dulu orang-orang tua buat, mereka buat dan saat pasang topeng dan pakai pakaiannya ini tersembunyi, kita pun tidak kenal siapa di dalamnya, soalnya mereka tidak ngomong, mereka pasangnya tersembunyi. Pakaiannya berbahan seperti tikar ,kain yang sudah rusak-rusak dan barang-barang bekas lainnya yang kelihatannya sudah tidak layak pakai,” bebernya.
“Saat Ini kan sudah modern, ada yang pakai bekas kantong sak semen, kalau dulu kan pakai tikar. Kalau dulu itu mereka buat dia punya topeng tersembunyi jangan sampai ada yang tahu, supaya orang nggak kenal, pokoknya topengnya yang negeri-ngerilah kelihatannya,” sambungnya.
Disebutkannya, kalau orang tua atau orang dewasa dulu yang melakukan ini, di malam hari pun berkeliling kampung dan anak-anak pun tidak berani dan takut hingga menangis melihatnya.
“Malam-malam pun mereka jalan keliling kampung, macam anak-anak sebesar yang makai topeng ini saja takut, lari dan menangis kalau lihatnya. Saya pun waktu kecil pernah menangis melihat karena sangat takut,” ujarnya sambil tersenyum mengingat masa kecilnya.
Untuk tongkat sendiri, kata pria yang memang penduduk asil Desa Wisata Setulang ini, tongkatnya juga memang spesial dan tersembunyi juga membuatnya yang pada intinya agar tidak dikenali orang dan untuk topeng biasanya dibuat dari akar bambu. “Kan topengnya pakai akar pokok (akar Red,.) bambu, jadi ngeri kita ngelihat kalau malam itu macam hantu betul, jadi takut kita,” cerita dia.
Dari kunjungan kami di Desa Wisata Setulang, ternyata banyak adat istiadat atau budaya yang sangat menarik dan berpotensi untuk mendatangkan wisatawan lokal maupun asing, karena selain budayanya, Desa Setulang juga memlikik wisata Hutan Tane’ Olen yang merupakan hutan konservasi yang memiliki pohon Meranti Kuning yang terbesar ke 5 di dunia. Terimakasih Desa Wisata Setulang, Terimakasih Kabupaten Malinau. (***/fly)
Agussalam Sanip / Radar Tarakan
sumber : kaltara.prokal.co
»
indikator pertanian kabupaten malinau
02 Maret 2017
»
panen padi perdana desa tanjung lapang
21 Februari 2017
»
terus gali potensi pertanian
13 Oktober 2016
»
24 petani dari 8 desa ikut slpb
03 Oktober 2016
»
maksimalkan penggarapan lahan pertanian malinau
26 September 2016
»
2.060 hektare lahan berubah jadi apl
13 September 2016
»
sekda sambut kepulangan tim persemal
29 April 2025
»
pemkab malinau gelar perayaan paskah bersama masyarakat
29 April 2025
»
pemkab gelar upacara peringatan hari otonomi daerah ke-29
29 April 2025